PAK SAVAR RULY
Dari sekian banyak jamaah haji, yang
sulit saya lupakan adalah Pak Savar Rullie.
Pertama kali saya mengenal dia saat di Asrama Haji Pondok Gede karena
tinggal di satu kamar. Tempat tidur saya
bersebelahan dengannya. Itulah saat saya mulai ngobrol banyak hal dengan
Pak Savar Rullie.
“Saya sering lupa dan agak ceroboh. Sampai sekarang, kupon makan saya hilang. Slayer warna
kuning dari KUA juga hilang waktu turun dari bus,” cerita Pak Savar Rullie menjelang
tidur malam di Asrama Haji Pondok Gede.
Saat di
Madinah, ada cerita lain lagi dari Pak Savar Rullie, yaitu salah melihat jam.
Malam itu jarum jam masih menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh
menit. Tapi dalam pikirannya, katanya, sudah
jam 3.55 dini hari.
“Merasa
sudah jam 3.55 pagi, maka saya langsung
pergi ke Masjid Nabawi,” kisahnya. Namun
begitu sampai masjid, pemain orgen tunggal tersebut bingung karena suasana masih sepi.
Lho kok sepi, kenapa? Setelah melihat jam lagi, ternyata memang
saatnya orang masih istirahat. Subhanallah. Nah, untuk memanfaatkan
waktu, Pak Savar Rullie langsung shalat sunat
dan baca Al-Qur’an di masjid sampai pagi hari.
Saya sendiri
saat mendengarkan cerita tersebut tidak bisa menahan tawa. Untuk membuat suasana
lebih gayeng, saya coba
mengeksplorasi pengalaman lain dari Pak Savar Rullie.
“Saya pernah
datang ke tempat acara untuk main orgen tunggal, tapi begitu waktu main tiba,
orgen saya masih tertinggal di rumah,”
ungkap Pak Savar Rullie mengawali ceritanya.
“Apa yang bapak lakukan?” tanya
saya.
“Saya naik ojek dan minta diantar dengan
cepat,” tuturnya. “Alhamdulillah, akhirnya jadi tampil juga.”
Dari cerita yang disampaikan kawan-kawan
jamaah haji, penulis ingat tentang beberapa cerita sahabat yang satu ini. Di
antara cerita-cerita itu adalah sebagai berikut. Pertama, selama tinggal di hotel Elbadi Elyas, Madinah, Pak Savar
Rullie membuat jemuran dari tambang di dalam kamar. Ditarik dari ujung kamar ke ujung kamar
lain. “Waktu akan tidur saya tidak
melihat ada tambang jemuran, tapi begitu bangun pagi, sudah ada tambang jemuran
melintang di dalam kamar,” ungkap Pak Muhallim sambil menambahkan padahal di
setiap kamar sudah ada tempat menjemur pakaian di balik kaca jendela. Cara
pemakaiannya, tinggal membuka jendela dan menjemur pakaian. Lebih cepat kering
lagi karena suhu udara sangat panas.
Karena tidak ada pakaian yang dijemur,
meskipun tambang sudah dipasang, para jamaah tidak merasa terganggu. Pada hari
berikutnya, ketika jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, saat menjelang
tidur, kondisi kamar masih rapi. Karena tidak ada pakaian yang dijemur. Namun
begitu bangun pagi, ternyata sudah ada beberapa pakaian yang dijemur di dalam
kamar.
“Kapan ya Pak Savar Rullie mencuci dan
menjemur pakaian?” tanya Pak Muhallim dalam hati.
Barangkali waktu mereka sedang tidur.
Bisa jadi, gumamnya.
Kedua, cerita tentang
toilet kamar hotel yang sempat mampet. Anggota kamar juga
kebingunan karena tidak tahu sebabnya. Begitu petugas kebersihan hotel membersihkan
toilet, ternyata ada sabun mandi yang masuk ke toilet. Kami pun saling menanyai
siapa di antara penghuni kamar yang membuat toilet jadi mampet. Tak lama
berselang, ada yang mengaku.
“Sabun saya jatuh ke toilet,” ungkap Pak
Savar Rullie yang disambut dengan tawa oleh
anggota kamar.
Cerita ketiga, ini terjadi pada hari ketiga kami di tanah suci, seperti
pernah dituturkan Pak Muhalim yang tinggal sekamar dengannya. Katanya, waktu
itu dia meletakkan buah apel di atas
kasur milik Pak Muhallim. Tanpa disadari, beberapa saat kemudia Pak Savar Rullie
mencari-cari apelnya.
“Pak Muhallim, di mana apel saya?”
“Kan bapak taruh di atas kasur saya,”
jawab Pak Muhallim sambil menunjukan apel di atas karusnya.
“Astaghfirullah ……,” sahut Pak Savar
Rullie.
Sahabat yang
satu ini memang mudah lupa.
Keempat, cerita tentang dia manakala melakukan ihram. Menjelang berangkat
ke Mekkah, jamaah disarankan memakai pakaian ihram dari hotel di Madinah
dan mengambil miqat di Bir Ali. Ketika semua sudah mengenakan pakaian ihram,
dia bilang,“Kok kecil banget kain ihram saya?”
Kami semua pun memandangi dan mengamatinya.
“Heran, kain ihram yang lain besar dan lebar,” kata
dia.
“Lho itu kan
handuk hotel yang bapak pakai mandi,”
jelas Ustaz Mughni sambil menahan tawa.
Yang mengundang tawa dari Pak Savar
Rullie memang ada-ada saja.
Keenam, kebiasaan
menjemur pakaian di Madinah terulang lagi ketika jamaah berada di Mina. Berbeda dengan di
Madinah dan Mekkah, tempat tinggal di Mina berupa tenda besar. Satu tenda yang berukuran 12x4 meter itu
diisi 45 orang. Lagi-lagi Pak Savar Rullie berulah. Pada
waktu jamaah sedang asyik ngobrol pada siang hari, tiba-tiba Pak Savar Rullie dengan tenangnya
menjemur sarung di dalam tenda.
“Pak Savar
Rullie, sarungnya bisa dilipat saja karena tidak basah,” ungkap seorang jamaah mengingatkannya.
Ada lagi ceritanya tentang menahan
kencing yang membuat shalat tidak khusyu’.
Ini juga dialami Pak Savar Rullie.
“Ketika orang-orang sedang ruku’ saya sudah
sujud. Tidak fokus karena menahan kencing,” katanya.
No comments:
Post a Comment