Tuesday, June 19, 2012

LENSA PERJALANAN HAJI 2010

A picture speaks louder than thousand words. 
Sebuah foto/gambar bisa berbicara lebih dari seribu kata.
Demikian kata sebuah wisdom. 

Berikut ini napak tilas perjalanan HAJI MANDIRI 2010. 


Pelepasan Jamaah Haji di Kantor Kecamatan oleh Wali Kota Tangerang
"Semoga sampai tujuan dengan selamat dan kembali ke kampung halaman dengan selamat dengan menyandang HAJI MABRUR. Amin....."

Antri menunggu  giliran pemeriksaan kesehatan, passport, living cost di Asrama Haji Pondok Gede. 
Sabar ya bu Haji......
"Dokumen ini supaya dijaga baik-baik, jangan sampai hilang. 
Semoga lancar, selamat, dan menjadi HAJI MABRUR ya Pak Haji......."



Makan malam di asrama haji Pondok Gede. Pak Azhari (kiri, berpeci hitam) kehilangan living cost seribu lima ratus riyal yang baru diterima dari panitia haji. "Alhamdulillah... rupaya tidak hilang, tetapi penglihatan saya yang dikaburkan oleh Allah", ucapnya setelah mendapatkan uang itu di dompetnya.

 Tukang tas sedang mendapat order mengganti alat pengikat tas supaya lebih kuat dengan harga sepuluh ribu untuk satu tas. "Ga bisa kurang Mas?", tanya seorang jamaah. "Ga bisa Pak Haji. Sebab harga ini sudah ditentukan oleh pengurus Koperasi. Saya juga setor ke Koperasi", jawab tukang tas.



Jamaah menginap satu malam di asrama haji Pondok Gede. Sekamar berisi 8 orang.
Di sinilah sikap kebersamaan dan kepedulian antar jamaah mulai ditanamkan.

Jamaah bersiap-siap berangkat ke Bandara Soekarno Hatta. Slayer warna kuning sebagai identitas tidak boleh lepas. Setiap jamaah hanya diperbolehkan membawa tas tenteng yang disediakan pemerintah.


 Jamaah tiba di Bandara Soekarno Hatta. Bersiap-siap mengikuti arahan berikutnya 
dari petugas haji. Semua harus antri dengan tertib.


Jamaah istirahat di ruang tunggu dengan tidur-tiduran dan ngobrol  sesama rekan untuk menghilangkan kejenuhan. Tas tenteng dijadikan bantal dengan beralaskan karpet hijau. 
Namun terasa di hotel berbintang lima.


Jamaah dengan keterbatasan fisik mendapat prioritas untuk menuju ke pesawat 
terlebih dahulu dibantu oleh petugas di Bandara.


Lega......Plong..... begitulah perasaan jamaah saat naik pesawat setelah menunggu beberapa jam  di Bandara. Perjalanan Jakarta-Madinah ditempuh dalam waktu 9 jam. Sebuah perjalanan yang cukup lama. Namun dengan kekuatan niat dan tekat untuk menggapai  HAJI MABRUR 
perjalanan itu menjadi sangat menyenangkan. 


Penerbangan Garuda turut mendoakan semua jamaah haji. Ucapan ini ditempel  di setiap kursi penumpang. Selain Garuda, jamaah haji diberangkatkan dengan maskapai Saudia.

NOSTALGIA: Menu Makanan

Makanan menjadi hal penting bagi jamaah haji untuk mendapatkan asupan yang  cukup. Berikut ini nostalgia jenis-jenis makanan yang pernah kita alami.

 Menu makan malam di Asrama Haji Pondok Gede. Sayur asem, teri goreng campur kacang, daging sedikit alot, dan krupuk. Wah... jika menu seperti ini ada di Madinah atau  Mekkah.... pasti tidak tersisa.


Mande, makanan khas Yaman, nasi dan kambing muda. Sedap...nikmat....maknyussssssss


Begitu dengar catering, terbayang makanan yang sedap dan nikmat. Nah ini dia menu selama di Madinah. Rasanya...............? Tidak perlu diceritakan panjang lebar. Masing-masing dah tahu kan..... hahahahah

Ini Roti gandum. Tawar banget rasanya. Enak dimakan dengan susu panas. Isi empat potong dengan harga satu riyal. Bisa untuk sarapan pagi dua kali. Wahh.... irit alias hemat banget. 

Di Mekah tidak ada jatah makan. Tetapi dapat living cost 1.500 riyal. Nah.... supaya hemat kita masak ramai-ramai. Makan juga ramai-ramai. Sederehana tapi Nikmat. Setiap makan nambah terusssssssssssss..
Justru dari makan bareng inilah muncuk 3K: keakraban,  kebersamaan dan kekeluargaan. 


Kehabisan lauk di Mina. Tinggal nasi putih doang. 
Alhamdulillah.... masihdapat nasi karena masih ada orang lain yang tidak makan. 
Di sinilah pentingnya persedian lauk dari tanah air. Saat kehabisan lauk bisa jadi solusi


Nah ini dia menu GARUDA selera INDONESIA 
Tidak ada yang tersisa sedikitpun.Berbeda dengan saat di Madinah. Banyak tersisa.

Monday, June 18, 2012

LENSA KEGIATAN SILATURAHIM:DZIKIR BERSAMA

 
Silaturahim ketiga dilaksanakan pada hari Ahad, 29 April  2012 di Masjid Al-Mabrur, Komplek Dirjen Haji, Legoso, Pisangan, Ciputat Timur.  Sebanyak 58 anggota hadir dalam acara ini. Acara inti diisi dengan dzikir yang dipimpin oleh Ustadh Shodiq. 


 Ibu-ibu saling mengabsen temannya yang belum datang. Siapa ya.... yang belum datang......

 Ambil secukupnya aja ya pak Haji.... kagak bakal kehabisan....Ini di tanah air, bukan di Mina.. hahahaha


 Bu Haji.... makannya lebih banyak dari Bapak-bapak  ya.... hati-hati lho kolestrol dan obesitas..... 
Tawakkal ala Allah.... insya Allah sehat Amin...

Khusu'.... khidmat....itulah dzikir dengan hudhurul qulub (menghadirkan hati) hanya kepada Allah SWT




Pak Haji Ade Ketua Forum (berdiri) memperhatikan jamaah yang  masih makan saat acara bincang-bincang akan dimulai. "Lama amat makannya....emang nambah berap kali....?"

Semua tersenyum dengan senyuman yang sama.....Haji 2010..... 

Tuesday, June 12, 2012

SERBA SERBI DI PESAWAT


Menempuh perjalanan 9 jam di pesawat pasti menimbulkan rasa bosan.   Untuk itu ada beberapa tindakan yang  bisa dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan dan memanfaatkan waktu tsersebut.
Di antaranya jalan-jalan di sepanjang lorong pesawat. Naik ke lantai dua, saling pijit memijit sesama penumpang (khususnya suami istri).  Membaca majalah atau tidur. Karena bosan, dalam pesawat Garuda menuju Madinah, ada jamaah yang ikut mendorong trolly makanan bersama pramugari. 
Bagi seorang pramugari, melayani jamaah haji memberikan kesan dan pengalaman tersendiri. Devi, pramugari Garuda, misalnya merasa lebih sabar dalam melayani jamaah.  “Melayani jamaah haji lebih menantang dan perlu kesabaran ekstra karena jamaah berasal dari daerah yang berbeda dan pengalaman yang berbeda-beda,” ungkapnya sambil menambahkan banyak di antara mereka  yang baru pertama kali naik pesawat sehingga pramugari perlu hati-hati dan sabar dalam melayani mereka.
Menurut Devi,  ada juga jamaah yang  menunjukkan perilaku yang aneh atau tidak sesuai  dengan peraturan penerbangan. Misalnya  ada jamaah yang menurunkan barang dari cabin pada saat pesawat dalam  cuaca buruk dan tanda pengenakan sabuk masih menyala.  Ada lagi jamaah yang sudah berdiri pada saat pesawat akan landing/mendarat karena ingin melihat pemandangan di luar.  “Tindakan seperti ini bisa membahayakan keselamatan penumpang,”  tutur seorang pramugari.
Lebih lanjut, menurut Devi tidak semua  jamaah tahu cara menggunakan toilet di dalam pesawat.  “Ada yang tidak tahu cara menutup pintu toilet, maka ketika menggunakan toilet tidak dikunci dari dalam dan tiba-tiba ada jamaah lain yang masuk. Eee… ternyata ada orang di dalam.”
  “Saya tidak berani menutup pintu dari dalam takut tidak terkunci dan tidak bisa keluar,”  ujar jamaah dari Pandeglang.
Alat audio visual juga banyak yang rusak karena ditekan-tekan  dengan paksa.   “Awalnya semua alat audio visual berfungsi, tetapi sekarang sebagian rusak,” ungkap Devi.

19. TRADISI MEMBERI DAN BERSEDEKAH DI MEKAKH


Hampir setiap saat ada pemberian atau sedekah dalam bentuk makanan dan minuman.  Di kotak makanan selalu ada pesan dari pelaku kebajikan tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut:
 Hadiah min fa’ili khairin.  La tansahu  wa walidaihi min shalih du’aikum. Artinya hadiah dari pelaku kebajikan. Jangan lupa untuk mendoakan yang memberi dan kedua orang tuanya.   Di sisi lain pesan yang sama  tertulis dalam bahasa Inggris. Gift from Shahib khairin. Charity gift in the name of Allah. Don’t forget to pray for his parents.
Kebiasaan memberi tersebut berbeda dengan  di tanah air. Kalau di tanah air orang memberi selalu mencantumkan namanya dengan tulisan yang besar dan jelas.  Sebagai contoh, menjelang keberangkatan saya ke tanah suci, seusai shalat subuh, saya mendapat  sajadah dari pengurus ta’mir mushalla. Di balik sajadah itu tertulis nama pemberinya dan pesan, “Bersama menata rumah kita.”  Saya kira jamaah sudah bisa menebak siapa yang memberi hadiah sajadah tersebut dan apa maksud dari pemberiannya.
Melakukan kebajikan, selamanya tidak perlu diberitahukan kepada publik. Bahkan, jika kita teliti lebih jauh, bagaimana cara bersedekah yang lebih afdhal adalah, tangan kanan memberi, dan tangan kiri tidak mengetahuinya. Artinya bahwa, bila kita memberikan sesuatu, maka alangkah baiknya jika itu kita lakukan secara sembunyi-sembunyi, sehingga lebih mementingkan sisi keikhlasannya daripada maksud-maksud lain yang tersirat.

AMI: SOSOK ANAK YATIM YANG MANDIRI DAN BERCITA-CITA TINGGI


Namanya Ami, murid SD di sebuah desa di Pandeglang Banten. Sejak ditinggal kedua orang tuanya, Ami  hidup bersama neneknya. Di sebuah rumah kecil berdinding bambu dan beratap daun.  Di rumah inilah Ami menjalani hidupnya sehari-hari.

Neneknya bernama Amiyah, usia 72 tahun. Tidak memiliki pekerjaan tetap. Kalau ada orang yang meminta tenaganya, baru dia bekerja. Sehari dibayar 10 ribu rupiah. Jika tidak ada permintaan kerja, berarti tidak ada penghasilan hari itu.

Untuk bertahan hidup, Ami berjualan es lilin di sekolah. Ia mengambil es dari seorang ibu sebagai tengkulak. Ditempatkan di termos dingin. Sehari bisa membawa 20 batang es lilin. Sebatangnya dijual dengan harga 250 rupiah. Jika laku semua, Ami membawa uang setorang sebanyak  5 ribu rupiah. Oleh tengkulak, Ami mendapat seribu rupiah. Jika ada sisa es, biasanya diberikan kepada Ami.

Namun uang dari hasil jualan es lilin itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena ia harus berbagi dengan neneknya. Seusai pulang sekolah, Ami bersama neneknya,  mencari botol bekas minuman mineral dan kertas untuk dijual ke penadah barang bekas. Itupun belum mencukupi. Maka Ami masih mencari sayur daun singkong atau daun melinjo untuk keperluan makan.

Lauk yang paling mewah bagi Ami dan neneknya adalah tempe dan tahu. Ami tidak pernah makan daging ayam, ikan laut, apalagi daging sapi. Terlalu mahal bagi Ami untuk bisa membeli lauk seperti itu.

Di balik kesulitan dan kesempitan yang dihadapi Ami, ada nilai-nilai kehidupan yang bisa kita tiru. Pertama, sebagai anak yatim, Ami tidak pernah minder. Ia selalu ceria dan menjalani hidupnya dengan percaya diri. Ami tidak malu berjualan es, meskipun kadang ada teman-temannya yang mengejek.

Kedua, Ami selalu menjaga perilakunya sopan, hormat kepada orang lain, terutama neneknya, dan tidak pernah menuntut. Pernah, dia pulang dengan membawa dua batang es lilin. Di rumah neneknya sudah menunggu kepulangannya.
“Assalamu’alaikum”, ucap Ami ketika sampai di depan pintu rumah. Begitu neneknya keluar, Ami langsung mencium tangan sebagai rasa hormat dan syukurnya karena telah bergi dan pulang sekolah dengan selamat.

Pada saat yang bersamaan,  Ami memberikan satu batang es lilin kepada neneknya. Sedangkan yang satu batang lagi untuk Ami. Saya sempat terharu saat menyaksikan Ami dan neneknya menikmati es lilin di siang hari. Itulah makan siang Ami dan neneknya saat itu.
Ketiga, Ami meskipun sebagai anak yatim, tetap memiliki cita-cita yang tinggi dan mulia. Cita-cita Ami adalah  ingin menjadi guru. “Saya ingin mengajarkan ilmuyang bermanfaat bagi murid-muridku.Supaya mereka bisa hidup lebihbaik dari kondisiyang saya alami sekarang”, ucap Ami. Subhanallah, sebuah cita-cita yang mulia dari seorang Ami. Ya Allah, semoga Ami bisa mencapai cita-citanya yang mulia dengan pertolongan dan bimbingan-Mu.

Keempat, siapapun yang menyaksikan kisah Ami, pasti tersentuh hatinya dan berempati. Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Pandeglang,  harus memberikan perhatian kepada Ami dan anak-anak lain yang senasib dengannya. Terlaku angkuh dan sombong jika mereka tidak tersentuh dengan kisah yang ditayangkan perusahan TV swasta dalam program “Orang Pinggiran” tersebut pada hari Selasa (12/6/2012).

Kelima, bagi anak-anak yang masih memiliki orang tua dan hidup dalam kecukupan, tentu harus lebih bersyukur dan mandiri dalam kehidupannya. Lebih giat belajar. Senantiasa hormat kepada kedua orang tua dan menghargai orang lain. Rukun dan akrab dengan sesama rekannya. (BangS)

Ciputat, 13 Juni 2012

JOKES-HUMOR HAJI

PAK SAVAR RULY


Dari sekian banyak jamaah haji, yang sulit saya lupakan adalah Pak Savar Rullie.  Pertama kali saya mengenal dia saat di Asrama Haji Pondok Gede karena tinggal di satu kamar. Tempat tidur saya  bersebelahan dengannya. Itulah saat saya mulai ngobrol banyak hal dengan Pak Savar Rullie.
“Saya sering lupa dan agak ceroboh. Sampai sekarang, kupon makan saya hilang. Slayer warna kuning dari KUA juga hilang waktu turun dari bus,” cerita Pak Savar Rullie menjelang tidur malam di Asrama Haji Pondok Gede.
Saat di Madinah, ada cerita lain lagi dari Pak Savar Rullie, yaitu salah melihat jam. Malam  itu jarum jam masih  menunjukkan pukul sebelas lewat dua puluh menit. Tapi dalam pikirannya, katanya,  sudah  jam 3.55 dini hari.  
“Merasa sudah jam 3.55  pagi, maka saya langsung pergi ke Masjid Nabawi,”  kisahnya. Namun begitu sampai masjid, pemain orgen tunggal tersebut  bingung karena suasana masih sepi.
Lho kok sepi, kenapa?  Setelah melihat jam lagi, ternyata memang saatnya orang masih istirahat.  Subhanallah. Nah, untuk memanfaatkan waktu, Pak Savar Rullie langsung shalat sunat  dan baca Al-Qur’an di masjid sampai pagi hari.
Saya sendiri saat mendengarkan cerita tersebut tidak bisa menahan tawa. Untuk membuat suasana lebih gayeng, saya coba mengeksplorasi pengalaman lain dari Pak Savar Rullie.
“Saya pernah datang ke tempat acara untuk main orgen tunggal, tapi begitu waktu main tiba, orgen saya masih tertinggal di rumah,”  ungkap Pak Savar Rullie mengawali ceritanya.
“Apa yang bapak lakukan?” tanya saya. 
“Saya naik ojek dan minta diantar dengan cepat,” tuturnya.  Alhamdulillah, akhirnya jadi tampil juga.”
Dari cerita yang disampaikan kawan-kawan jamaah haji, penulis ingat tentang beberapa cerita sahabat yang satu ini. Di antara cerita-cerita itu adalah sebagai berikut. Pertama, selama tinggal di hotel Elbadi Elyas, Madinah, Pak Savar Rullie membuat jemuran dari tambang di dalam kamar.  Ditarik dari ujung kamar ke ujung kamar lain.  “Waktu akan tidur saya tidak melihat ada tambang jemuran, tapi begitu bangun pagi, sudah ada tambang jemuran melintang di dalam kamar,” ungkap Pak Muhallim sambil menambahkan padahal di setiap kamar sudah ada tempat menjemur pakaian di balik kaca jendela. Cara pemakaiannya, tinggal membuka jendela dan menjemur pakaian. Lebih cepat kering lagi karena suhu udara sangat panas. 
Karena tidak ada pakaian yang dijemur, meskipun tambang sudah dipasang, para jamaah tidak merasa terganggu. Pada hari berikutnya, ketika jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, saat menjelang tidur, kondisi kamar masih rapi. Karena tidak ada pakaian yang dijemur. Namun begitu bangun pagi, ternyata sudah ada beberapa pakaian yang dijemur di dalam kamar.
“Kapan ya Pak Savar Rullie mencuci dan menjemur pakaian?” tanya Pak Muhallim dalam hati.
Barangkali waktu mereka sedang tidur. Bisa jadi, gumamnya.
Kedua, cerita tentang toilet   kamar hotel   yang sempat mampet. Anggota kamar juga kebingunan karena tidak tahu sebabnya. Begitu petugas kebersihan hotel membersihkan toilet, ternyata ada sabun mandi yang masuk ke toilet. Kami pun saling menanyai siapa di antara penghuni kamar yang membuat toilet jadi mampet. Tak lama berselang, ada yang mengaku.
“Sabun saya jatuh ke toilet,” ungkap Pak Savar Rullie yang disambut dengan tawa oleh  anggota kamar.
Cerita ketiga, ini terjadi pada hari ketiga kami di tanah suci, seperti pernah dituturkan  Pak Muhalim  yang tinggal sekamar dengannya. Katanya, waktu itu dia meletakkan buah  apel di atas kasur milik Pak Muhallim.  Tanpa disadari, beberapa saat kemudia Pak Savar Rullie mencari-cari apelnya.
“Pak Muhallim, di mana apel saya?”
Kan bapak taruh di atas kasur saya,” jawab Pak Muhallim sambil menunjukan apel di atas karusnya.
Astaghfirullah ……,” sahut Pak Savar Rullie.
Sahabat yang satu ini memang mudah lupa.
Keempat,  cerita tentang dia manakala melakukan ihram. Menjelang  berangkat  ke Mekkah, jamaah disarankan memakai pakaian ihram dari hotel di Madinah dan mengambil miqat di Bir Ali. Ketika semua sudah mengenakan pakaian ihram, dia bilang,“Kok kecil banget kain ihram saya?”  
Kami semua pun memandangi dan mengamatinya.
“Heran,  kain ihram yang lain besar dan lebar,” kata dia.
 Lho itu kan handuk hotel yang bapak pakai mandi,”  jelas Ustaz Mughni sambil menahan tawa.
Yang mengundang tawa dari Pak Savar Rullie memang ada-ada saja.
Keenam, kebiasaan menjemur pakaian di Madinah terulang lagi ketika jamaah  berada di Mina.  Berbeda dengan di Madinah dan Mekkah, tempat tinggal di Mina berupa tenda besar.  Satu tenda yang berukuran 12x4 meter itu diisi  45 orang.  Lagi-lagi Pak Savar Rullie berulah. Pada waktu jamaah sedang asyik ngobrol pada siang hari,  tiba-tiba Pak Savar Rullie dengan tenangnya menjemur sarung di dalam tenda.
“Pak Savar Rullie, sarungnya bisa dilipat saja karena tidak basah,”  ungkap seorang jamaah mengingatkannya. 
Ada lagi ceritanya tentang menahan kencing yang membuat shalat tidak khusyu’.  Ini  juga dialami Pak Savar Rullie.
“Ketika orang-orang sedang ruku’ saya sudah sujud. Tidak fokus karena menahan kencing,” katanya.